perikanan berkelanjutan
PENGANTAR ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
“PERIKANAN
BERKELANJUTAN”
Disusun
oleh:
Nama : Saidin Isnaini Anakampun
Nim :
1311101010013
Jurusan :
Ilmu Kelautan
JURUSAN
ILMU KELAUTAN
FAKULTAS
KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS
SYIAH KUALA
KATA
PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan ke
Hadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya
sehingga Penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Adapun tugas yang penulis selesaikan ini membahas mengenai “perikanan
berkelanjutan”.
Tugas ini diselesaikan dengan cara
mengumpulkan data dari beberapa sumber baik dari buku maupun dari internet dan
juga berkat bantuan dari rekan rekan yang turut membantu dalam menyelesaikan
tugas ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
tugas ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan yang mendasar pada tugas yang telah terselesaikan ini. Oleh karena
itu penulis meminta kepada bapak dosen mata kuliah ‘pengantar ilmu kelautan dan
perikanan’ dan rekan yang membaca nya dapat memberikan saran serta kritikan
yang membangun untuk penyempurnaan tugas saya dikemudian hari nya.
Darussalam
22 Oktober 2014
Penulis
PENDAHULUAN
Pengelolaan
sumberdaya perikanan berkelanjutan ialah solusi alternatif dalam mengatasi
dampak krisis ekonomi nasional di Indonesia. Tujuan pengelolaan perikanan
berkelanjutan adalah untuk memanfaatkan sumberdaya ikan secara optimal dan
lestari untuk kesejahteraan masyarakat. Peran perikanan sangat penting dalam
memenuhi kebutuhan sehari hari, seperti protein hewani berkualitas tinggi dan
relatif murah.
Ada
empat hal yang dapat dilakukan dalam proses perikanan berkelanjutan yaitu,
pertama, membangun sub sub kawasan
sebagai pusat pengembangan on farm dan off farm adapun upaya yang dapat
dilakukan adalah mengembangkan desa desa pada pesisir pantai. yang kedua, meningkatkan
aktivitas produksi dengan memanfaatkan potensi penangkapan dan budidaya. Hal
tersebut dilakukan dengan memperhatikan aspek kelestarian sumberdaya. Ketiga,
mengembangkan kreatifitas usaha disektor perikanan. Keempat, melakukan penataan
lahan lautan dan untuk menentukan daerah penetapan penangkapan ikan.
Mengingat
sangat besar manfaat ikan bagi masyarakat, maka perlu dilakukan upaya
kelestariannya. Ikan merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharui, artinya jika
pengelolaan sumberdaya perikanan dilakukan dengan memperhatikan aspek
kontinuitas, maka ketersediaan protein hewani juga akan stabil. Salah satu
aspek yang perlu mendapat perhatian penting adalah aspek penyakit. Penyakit
yang sulit ditanggulangi tentu akan mengancam kelestarian sumberdaya perikanan.
Prinsip pengobatan terhadap penyakit bukan lagi merupakan salah satu hal utama
yang harus dilakukan. Kecenderungan prinsip dalam bidang kesehatan sekarang
telah bergeser menjadi prinsip pencegahan terhadap penyakit. Oleh karena itu,
perlu diperkuat sistem pertahanan untuk mencegah masuknya penyakit-penyakit
ikan yang belum pernah ada di
Indonesia (penyakit eksotik) dan tersebarnya penyakit ikan dari suatu area ke
area lain. Wabah penyakit sedang semakin diakui sebagai hambatan yang
signifikan untuk produksi perikanan budidaya dan perdagangan dan mempengaruhi
pembangunan ekonomi sektor di banyak negara di dunia.
PEMBAHASAN
Produksi
perikanan tangkap Indonesia sampai dengan tahun 2007 berada pada peringkat ke-3
dunia dengan tingkat produksi perikanan tangkap pada periode 2003-2007
mengalami kenaikan rata-rata produksi sebesar 1,54%. Disamping itu, Indonesia
juga merupakan produsen perikanan budidaya pada urutan ke-4di dunia, sampai
dengan tahun 2007 posisi produksi dengan kenaikan rata-rata produksi pertahun
sejak 2003 mencapai 8,79%. Hal ini menyebabkan Indonesia memiliki kesempatan
untuk menjadi penghasil produk perikanan terbesar dunia, karena terus
meningkatnya kontribusi produk perikanan Indonesia di dunia pada periode 2004-2009.
Menurut
Daryanto (2007), sumberdaya pada sektor perikanan merupakan salah satu
sumberdaya yang penting bagi hajat hidup masyarakat dan memiliki potensi
dijadikan sebagai penggerak utama (prime mover) ekonomi nasional. Hal ini
didasari pada kenyataan bahwa pertama, Indonesia memiliki sumberdaya perikanan
yang besar baik ditinjau dari kuantitas maupun diversitas. Kedua, Industri di
sektor perikanan memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya. Ketiga,
Industri perikanan berbasis sumberdaya nasional atau dikenal dengan istilah
national resources based industries, dan keempat Indonesia memiliki keunggulan
(comparative advantage) yang tinggi di sektor perikanan sebagimana dicerminkan
dari potensi sumberdaya yang ada.
Potensi
pemanfaatan sumberdaya hayati ikan Indonesia yang besar, dan semakin
meningkatnya lalulintas komoditas perikanan baik antar negara maupun antar area
didalam wilayah Negara Republik Indonesia, memiliki peluang terhadap
meningkatnya risiko masuk dan tersebarnya hama dan penyakit ikan karantina
(HPIK), baik yang berasal dari luar negeri maupun antar area di dalam wilayah
negara Republik Indonesia. Hal tersebut dapat mengancam kelestarian sumberdaya
hayati ikan Indonesia, dan menurunkan tingkat produksi budidaya ikan, sehingga
pada akhirnya dapat merugikan perekonomian nasional. Oleh karena itu tindakan
pencegahan terhadap masuk dan tersebarnya HPIK perlu dilakukan melalui tindakan
karantina ikan pada media pembawa/produk perikanan yang dilalulintaskan. Hal
sependapat diungkapkan oleh Arthur, J.R. et al (2008) Karantina adalah tindakan
manajemen risiko yang penting dan kegiatan utama yang harus dipertimbangkan
ketika mengembangkan strategi nasional untuk manajemen kesehatan hewan akuatik.
Hal ini juga dapat digunakan secara efektif untuk meningkatkan biosecurity di tingkat
produksi. Penyakit ikan merupakan akibat dari serangkaian variabel kompleks
yaitu variabel dari inang, patogen, dan lingkungan. Sedangkan ikan liar umumnya
dipandang sebagai relatif bebas dari penyakit, penyakit ikan merupakan salah
satu komponen yang memiliki pengaruh penting pada ekosistem perairan (Hedrick
R.P., 1998).
Pembangunan
karantina ikan merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan
perikanan yang merupakan penggerak dan pilar pembangunan ekonomi nasional.
Pembangunan karantina ikan bertujuan antara lain untuk meningkatkan sistem
perkarantinaan ikan nasional yang komprehensif, prospektif dan kompatibel. Dalam
pembangunan kelautan dan perikanan, karantina ikan mempunyai peran sangat
penting dan strategis dalam hubungannya dengan lalulintas komoditas perikanan,
karena disatu sisi karantina ikan diharapkan mampu sebagai filter pertama bagi
masuknya komoditas perikanan impor atau pemasukan dari area asal, dan di lain
pihak harus mampu menjamin mutu dan kesehatan ikan bagi produk perikanan
Indonesia yang akan di ekspor atau dikeluarkan ke area tujuan.
Pembangunan
karantina ikan perlu dilakukan secara terarah dan berkesinambungan agar
pelaksanaan kegiatan karantina ikan dapat berjalan dengan optimal yang didukung
antara lain oleh sarana dan prasarana, sumberdaya manusia, teknik dan metoda
serta kemampuan diagnosis HPIK yang sesuai dengan standar nasional maupun internasional.
Selain itu, keberhasilan pelaksanaan karantina ikan juga ditentukan oleh
kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang kuat, serta peran serta
masyarakat.Berdasarkan pada kenyataan diatas maka dapat dirumuskan suatu
permasalahan, bagaimana peranan kebijakan karantina ikan dalam mewujudkan
pembangunan berkelanjutan?
o Karantina Ikan
Karantina
Ikan di Indonesia diselenggarakan berdasarkan UU No.16 Tahun 1992 tentang
Karantina Ikan, Hewan dan Tumbuhan serta Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2002
tentang Karantina Ikan. Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, Karantina
Ikan menyelenggarakan fungsi utama yaitu:
1. Mencegah masuknya Hama dan Penyakit
Ikan Karantina (HPIK) ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia.
2. Mencegah tersebamya HPIK dari satu area
ke area lain dalam wilayah Republik Indonesia.
3.
Mencegah keluarnya Hama dan Penyakit Ikan (HPI) dari wilayah Republik Indonesia
sesuai dangan persyaratan negara penerima/ tujuan. Dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya karantina ikan mengemban visi mewujudkan Karantina ikan modern yang
tangguh, profesional dan terpercaya. Untuk mewujudkan visi tersebut, misi yang
akan diemban adalah sebagai berikut:
1.
Melindungi kelestarian sumberdaya alam hayati perikanan;
2.
Meningkatkan daya saing komoditas perikanan di pasar internasional dan pasar
dalam negeri;
3.
Meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat;
4. Mendorong partisipasi pada masyarakat
dalam penyelenggaraan karantina ikan.
o
Peranan
Kebijakan Karantina Ikan dalam Pembangunan Perikanan Berkelanjutan
Untuk mengkaji
peranan karantina ikan dalam pembangunan perikanan berkelanjutan, aspek-aspek
yang dikaji sebagaimana telah pendapat Charles (2001) yang berpandangan bahwa
pembangunan perikanan yang berkelanjutanharuslah mengakomodasi tiga paradigma
yaitu konservasi (biologi), paradigma rasionalisasi (ekonomi) dan paradigm sosial/komunitas.
Oleh karena itu, konsep pembangunan perikanan yang berkelanjutan sendiri
mengandung aspek:
a. Ecological
sustainability (keberlanjutan ekologi).Pandangan ini menjelaskan bahwa
memelihara keberlanjutan stok/biomas sehingga tidak melewati daya dukungnya
serta meningkatkan kapasitas dan kualitas dari ekosistem
menjadi
perhatian utama;
b. Sosioeconomic
sustainability (keberlanjutan sosio-ekonomi). Konsep ini mengandung makna bahwa
pembangunan perikanan harus memperhatikan keberlanjutan kesejahteraan pelaku
perikanan pada tingkat individu. Dengan kata
lain,
mempertahankan atau mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi
merupakan perhatian kerangka keberlanjutan ini;
c. Community
sustainability, mengandungmakna bahwa keberlanjutan kesejahteraan dari sisi
komunitas atau masyarakat haruslah menjadi perhatian pembangunan perikanan yang
berkelanjutan;
d. Institutional
sustainability (keberlanjutan kelembagaan). Dalam kerangka ini, keberlanjutan
kelembagaan yang menyangkut pemeliharaan aspek financial dan administrasi yang sehat
merupakan prasyarat ketiga pembangunan berkelanjutan di atas.
o
Ekological
sustainability
Berdasarkan
tugas dan fungsi karantina ikan yaitu menjaga masuk dan tersebarnya hama dan
penyakit ikan karantina (HPIK) secara ekologi sangat menentukan terhadap
kualitas maupun kuantitas sumberdaya ikan, hal ini terutama berkaitan dengan
upaya preventif terhadap tersebarnya penyakit ikan. Hal tersebut disebabkan
karena akibat yang ditimbulkan oleh hama dan penyakit ikan terhadap organisme
ikan yang hidup di perairan budidaya maupun perairan bebas akan mempengaruhi
tingkat kesehatan ikan dan dapat mengakibatkan kematian, apabila dalam kondisi yang
lebih luas maka akan terjadi epidemi penyakit yang mengakibatkan kematian masal
bahkan dapat mengakinbatkan hilangnya keanekaragaman hayati.
Pendapat
yang sama dinyatakan oleh Smith K.F.et al (2009) yaitu Peningkatan perubahan
lingkungan, termasuk hilangnya habitat, perubahan iklim dan eksploitasi yang
berlebihan, telah secara langsung terkait dengan hilangnya keanekaragaman
hayati global. Namun demikian adanya bukti substansial, yang menunjukkan bahwa
penyakit dapat sangat mempengaruhi populasi spesies lokal dengan menyebabkan
penurunan sementara atau permanen dalam kelimpahan. Lebih penting lagi, patogen
dapat berinteraksi dengan faktor-faktor pendorong lainnya, seperti hilangnya
habitat, perubahan iklim, eksploitasi berlebihan, spesies invasif dan
pencemaran lingkungan untuk berkontribusi pada kepunahan lokal dan global.
Selain
melaksanakan pengendalian masuk dan tersebarnya hama dan penyakit ikan di
tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran, upaya karantina ikan dalam meminimasi
tingkat risiko yaitu dengan melaksanakan kegiatn monitoring terhadap hama dan
penyakit ikan karantina dan menyusun data penyakit ikan, inang dan sebarannya
serta, sebagaimana pendapat Fe`vre Eric M. et al (2006) yang menyatakan bagian
dari upaya mengurangi risiko penyebaran penyakit ikan perlu adanya daftar
patogen, inang, dan risiko kemungkinan munculnya, dan informasi harus tersedia
untuk umum.
Pokok-pokok
kebijakan karantina ikan sejalan dengan prinsip-prinsip kelestarian sumberdaya
alam terutama sumberdaya perikanan, terutama terhadap upaya konservasi
preventif. Menurut Anggoro Sri (2005) karantina ikan memiliki tugas untuk
memantau dan mengawasi lalu lintas ikan. Guna mencegah penyebaran penyakit ikan
dari daerah wabah ke daerah bebas penyakit ikan Karantina.Pemantauan dan
pengendalian potensi masuk dan tersebarnya HPIK dilakukan untuk melindungi
kelestarian dan industri sumberdaya perikanan, karena masalah penyakit sudah menjadi
masalah serius di Indonesia.Dengan ikut berperan dalam menjaga sumberdaya alam
agar tetap lestari dan dapat dimanfaatkan oleh generasi pada saat ini dan akan
tetap terjaga sampai generasi yang akan datang, maka telah ikut mewujudkan
prinsip pembangunan keberlanjutan.
o
Sosioeconomic
sustainability
Dampak
yang ditimbulkan akibat adanya serangan penyakit pada budidaya ikan
mengakibatkan kerugian secara ekonomi, sependapat dengan pernyataan tersebut
menurut Subasinghe et al (1997) menyatakan dalam era dimana pertumbuhan
perikanan budidaya di atas 10% per tahun dan kerugian akibat jumlah penyakit
hingga miliaran dolar di seluruh dunia, di Asia-Pasifik selama dekade terakhir
beberapa penyakit epizootics telah melanda sebagian besar wilayah. Taura
Syndrome hancur budidaya udang penaeid di Amerika Latin, sementara sejumlah
bakteri patogen telah mengakibatkan kerusakan besar pada industri salmon
global. Wabah penyakit ini telah mengakibatkan kerugian ekonomi yang besar
terhadap perikanan budidaya dan kehancuran total dari beberapa industri, dan
telah mempengaruhi produksi dan pemasaran perikanan rakyat.
o
Community
sustainability
Pembangunan
perikanan berkelanjutan keberhasilannya melibatkan semua pihak baik dari
pemerintah, akademisi maupun pengusaha. Salah satu faktor penting dalam
pembangunan perikanan berkelanjutan adalah pengendalian penyebaran penyakit
ikan antara lain melalui penerapan prinsip-prinsip biosecurity. Upaya
pengendalian penyakit terutama melalui penerapan biosecurity dilaksanakan dari
level internasional, nasional sampai pada unit usaha budidaya, peran dari
komunitas budidaya penting sebagai unit paling dasar dengan dalam piramida
biosecurity.Pendapat yang sama dinyatakan Oidtmann B.C.et al(2011).
Strategi biosekurity yang efektif memberikan
perlindungan terhadap populasi hewan air baik budidaya ataupun ikan di perairan
bebas dengan meminimalkan risiko dari penyebaran penyakit. Strategi biosekurity
meliputi level internasional dan nasional untuk kesehatan hewan akuatik. Peran Organisasi
Dunia untuk Kesehatan Hewan (OIE) sebagai organisasi acuan bagi pengembangan
standar yang berkaitan dengan perdagangan internasional hewan dan produk hewan
untuk diimplementasikan di berbagai negara.Di tingkat nasional, peran dari
pihak yang berwenang, instrumen untuk mencegah masuknya penyakit eksotis dan
membatasi dampak dari penyakit endemik. Di tingkat petani, penerapan standar
yang tersedia dan penerapan prinsip biosekuritydi unit usaha budidaya.
o
Manajemen
Perikanan / Fisheries Management
Manajemen
secara konvensional mencakup seluruh urutan: planning, organizing, actuating,
controlling dan evaluating. Manajemen dalam bidang perikanan diartikan setara
dengan pengelolaan. Dengan demikian, definisi perikanan (secara luas) di atas
juga mencakup aspek manajemen. Manajemen perikanan ialah sama dengan mengelola
perikanan – mengelola perikanan ialah mengatur ekstraksi sumberdaya ikan
(penangkapan atau budidaya) agar bermanfaat optimal bagi kesejahteraan masyarakat
namun tidak menimbulkan dampak negatif terhadap sumberdaya ikan.
Secara
analog, mengelola
perikanan tangkap diartikan sebagai usaha untuk mengatur penangkapan agar tidak
terjadi tangkap lebih (over-exploitation). Pengaturan penangkapan yang
dimaksud, paling umum dilakukan melalui pembatasan jumlah atau kapasitas alat
tangkap yang boleh beroperasi di suatu perairan. Metode pengaturan yang
berkembang akhir-akhir ini ialah dengan melarang usaha penangkapan pada
tempat-tempat tertentu yang diharapkan bisa memperbaiki wilayah sekitarnya.
Pendekatan ini disebut konservasi kawasan. Selanjutnya, manajemen budidaya bisa
diartikan sebagai mengatur aktifitas budidaya agar tidak menyebabkan pencemaran
lingkungan dan dampak negatif pada sistem budidaya.
o
Pemanfaatan
berlebih (Over-Exploitation)
istilah
Over-exploitation atau pemanfaatan berlebih. Dalam bidang penangkapan, istilah
ini sering dinyatakan sebagai tangkap lebih. Sebagai antonym dari istilah
tersebut, tentu saja disebut tangkap kurang atau under-exploitation. Sedangkan
kondisi diantara kedua kutub tersebut disebut Maximum Sustainable Yield (MSY),
dengan istilah Bahasa Indonesia yang sering dipakai ialah Hasil Tangkap
Maksimum Berimbang-Lestari. Kita akan bahas berbagai istilah tersebut per
tahap.
Tangkap
lebih (over-fishing) didefinisikan sebagai kegiatan penangkapan yang dilakukan
pada laju atau kecepatan yang melebihi kecepatan sumberdaya ikan melakukan
pemulihan secara alami. Sebagai contoh – suatu perairan alami (semi-enclosed
bay), pada tahun ini (2012) mempunyai total biomas ikan setara 100 ton. Melalui
studi (hipotetik) misalnya diketahui bahwa ikan akan tumbuh 10% per tahun (dari
stok awal). Jika semua faktor berjalan secara normal, kita bisa berharap bahwa
tahun depan jumlah total biomas ikan akan mencapai 110 ton. Seandainya pada
tahun 2012 nelayan mengambil ikan sebanyak 5 ton, maka tahun depan kita
berharap mempunyai ikan setara 105 ton (ikan awal = 100 ton; tumbuh selama
tahun 2012 – 2013 = 10 ton; diambil selama periode 2012 – 2013 = 5 ton). Pada
kondisi ini berlaku bahwa laju penangkapan (5 ton per tahun) lebih rendah dari
laju pertumbuhan biomas ikan (10 ton per tahun), atau perikanan disebut tangkap
kurang (under-fishing).
o
Institutional
sustainability
Dukungan
kelembagaan untuk melindungi sumberdaya perikanan terutama dari upaya
pengendalian hama dan penyakit ikan sangat dibutuhkan. Salah satu faktor
penting dalam suatu lembaga atau institusi adalah adanya paying hukum terhadap
kebijakan yang akan diterapkan serta pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan
itu sendiri.
Kebijakan
karantina ikan secara garis besar terdiri dari kegiatan operasional dan
kegiatan pengawasan, untuk keberhasilan implementasi suatu kebijakan maka
keduanya harus berjalan beriringan. Dalam melaksanakan kebijakan tersebut
berpedoman pada regulasi yang ada baik berupa undang-undang, peraturan
pemerintah serta aturan turunannya. Kegiatan operasional dapat berjalan dengan
lancar apabila pihak pengguna jasa (pengusaha) dan petugas karantina ikan semua
mengacu pada ketentuan yang ada, namun dalam implementasi kegiatan pengawasan
di lapangan masih ditemukan pelanggaran yang dilakukan pengguna jasa terhadap
ketentuan pengkarantinaan ikan.
Karantina
di Indonesia yang pada awal berdirinya berada pada satu lembaga Badan Karantina
Pertanian dibawah Departemen Pertanian yang terdiri dari karantina ikan,
karantina hewan dan karantina tumbuhan. Sejalan dengan perkembangan organisasi
dan sejak terbentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan maka karantina ikan
secara kelembagaan berada di bawah Departemen Kelautan dan Perikanan. Dengan
tingkat pelanggaran yang kecenderungan meningkat serta perubahan organisasi
karantina ikan, maka perlu kiranya melihat kembali undang-undang yang mendasari
karantina ikan dan disesuaikan dengan perkembangan kelembagaan serta dirumuskan
sanksi atau ancaman hukuman yang lebih membuat efek jera bagi pelaku agar pelaksanaan
penegakan hukum lebih optimal dan dapat mengurangi tingkat pelanggaran terhadap
kebijakan kebijakan karantina ikan.
Pokok-pokok
kebijakan karantina ikan sejalan dengan prinsip-prinsip kelestarian sumberdaya
alam perikanan, terutama terhadap upaya konservasi melalui upaya preventif dan
pengendalian terhadap HPIK. Dengan ikut berperan dalam menjaga sumberdaya alam
agar tetap lestari dan dapat dimanfaatkan oleh generasi pada saat ini dan akan
tetap terjaga sampai generasi yang akan datang, maka telah ikut mewujudkan
salah satu prinsip pembangunan keberlanjutan yaitu keadilan antar generasi dan
memenuhi prinsip keberlanjutan ekologi.
Selain
itu pelaksanaan kebijakan karantina ikan juga mendukung keberlanjutan
sosio-ekonomi dengan semakin meningkatnya produk perikanan yang telah dijamin karantina
ikan dari kesehatan ikan yang berdampak pada peningkatan sektor ekonomi dan
serta secara tidak langsung dapat menyerap tenaga kerja.Melalui sertifikasi
unit usaha pembudidaya ikan karantina ikan berperan dalam keberlanjutan
komunitas antara lain melalui pemberdayaan masyarakat perikanan dalam upaya
pengendalian HPIK terutama melalui penerapan biosecurity dan praktik karantina
ikan yang baik di unit usaha budidaya. Dalam keberlanjutan kelembagaan, salah
satu faktor yang mendukung kelembagaan karantina ikan yaitu perundang-undangan disarankan
perlu dilakukan refisi terhadap undang-undang, dengan alasan kurangnya efek
jera terhadap pelaku pelanggaran ketentuan karantina ikan dan perkembangan
kelembagaan karantina ikan.
Pola
pemanfaatan sumber daya ikan yang diinginkan adalah berkelanjutan serta
berdasarkan pada azas perikanan bertanggung jawab. Peran serta seluruh stake
holders sangatlah diharapkan agar sumber daya ikan dapat digarap secara
bersama-sama demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Melihat luasnya
perairan laut Kecamatan Teluk Pandan, Sangatta Selatan, Sangatta Utara dan
Bengalon, potensi sumber daya ikan tampak masih memberikan peluang untuk
dimanfaatkan secara optimal.
Namun
demikian, masalah yang paling krusial terletak pada pola perolehan dan
pemantauan data .potensi dan produksi ikan. Padahal data potensi dan produksi
ikan sangat penting sebagai dasar pengelolaan, terutama yang berkaitan dengan
pemberian ijin usaha penangkapan ikan. Perolehan data potensi sumber daya ikan
secara kontinu dan menyeluruh dari perairan Kecamatan Teluk Pandan, Sangatta
Selatan, Sangatta Utara dan Bengalon sangat dibutuhkan oleh berbagai pihak. Bagi
pihak yang mau berusaha di bidang perikanan, data potensi tersebut dibutuhkan
dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan untuk melakukan investasi di
bidang perikanan. Bagi pihak pemerintah, data potensi dipakai sebagai referensi
dalam membuat kebijakan, misalnya pemberian ijin usaha penangkapan baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. Sampai saat ini, penyediaan data potensi sumber
daya ikan secara berkesinambungan masih merupakan permasalahan. Hal ini
disebabkan oleh belum terfokuskannya kegiatan survei pengkajian stok ikan
secara parsial.
Di
samping itu kegiatan survei yang telah dilakukan oleh berbagai instansi riset terputus-putus
dan dilakukan hanya di beberapa daerah. Kenyataan ini harus dicarikan jalan keluarnya
dengan cara melakukan kajian stok ikan yang terprogram dan melibatkan berbagai
instansi terkait yang terkoordinir oleh suatu instansi yang memiliki tugas dan
fungsi dalam bidang yang bersangkutan. Prakarsa yang disusun untuk melakukan
survei inventarisasi dan identifikasi pengelolaan sumberdaya ikan atau
pengkajian stok ikan secara terintegrasi, terprogram dan berkelanjutan, telah
mendapat sambutan dan perhatian yang baik dari berbagai pihak.
KESIMPULAN
Perikanan
berkelanjutan adalah suatu proses yang mana habitat ikan tetap terjaga dan
siklus hidupnya berjalan dengan baik sehingga populasi nya tetap banyak dan
tidak mengalami kepunahan. terdapat tiga aspek utama yang harus diperhatikan
dalam kerangka pembangunan perikanan berkelanjutan, yaitu aspek ekologi,
sosial, dan ekonomi, dan masing-masing aspek tersebut mempunyai persyaratan
agar pembangunan suatu wilayah atau suatu sektor dapat berlangsung secara
berkelanjutan. Antaraspek tersebut sebaiknya terintegrasi sehingga pembangunan
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat tanpa
mengabaikan prinsip-prinsip kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Aspek-aspek yang
harus diperhatikan dalam perikanan berkelanjutan.
1. Aspek ekologi
memandang bahwa terjaganya keutuhan ekosistem alami sebagai syarat mutlak untuk
menjamin keberlanjutan perkembangan kehidupan. Persyaratan yang harus dipenuhi
tetapi belum dapat dipenuhi dengan baik oleh masyarakat perikanan dan mitra
kerjanya untuk berlangsungnya model pembangunan berkelanjutan diantaranya
adalah keharmonisan ruang, pemanfaatan sumberdaya ikan tidak boleh melebihi
kemampuan pulih, eksploitasi sumberdaya kelautan harus dilakukan dengan
cara-cara yang ramah lingkungan, dan pembuangan limbah yang tidak melebihi
kapasitas asimilasi lingkungan laut.
Pertama, keharmonisan ruang diperlukan
dalam kehidupan manusia dan kegiatan pembangunan. Penataan ruang suatu wilayah
perlu dipetakan dengan membagi ke dalam 3 zona yaitu zona preservasi, zona
konservasi dan zona pemanfaatan. Pengelolaan dan fungsi masing-masing zona
tersebut memiliki perbedaan meskipun merupakan kesatuan yang saling
mempengaruhi. Pengelolaan dan pengembangan sumberdaya perairan saat ini masih
dilakukan secara sektoral. Masing-masing sektor pembangunan melakukan
pemanfaatan, pengelolaan dan pengaturan yang masih berjalan sendiri-sendiri.
Pengembangan kegiatan perikanan tangkap dan budidaya di wilayah pesisir masih
menghadapi permasalahan menurunnya daya dukung ekosistem akibat pemanfaatan
yang belum teratur karena masih menggunakan pola pemanfaatan sebesar-besarnya
dan ditambah dengan adanya kegiatan-kegiatan lain baik di perairan laut maupun
darat yang ikut menyumbang menurunnya daya dukung lingkungan tersebut. Kegiatan
pariwisata bahari, pembangunan industri di wilayah pantai, pemukiman padat yang
ikut mencemari perairan, pertambangan yang belum dilengkapi sarana pembuangan
dan pengurai limbah, pertambakan yang menghasilkan eutrofikasi berlebihan pada
perairan, pencemaran air akibat illegal loging di hulu sungai, pelayaran, dan
lain-lain.
Dampak
langsung dan tidak langsung dari pengelolaan yang masih sektoral tersebut
adalah terhambatnya upaya pembangunan perikanan yang berkelanjutan. Upaya
keterpaduan menjadi prioritas utama untuk tercapainya pembangunan perikanan
yang berkelanjutan tersebut. Terpadu dengan semua sektor pembangunan
membutuhkan penegakkan wibawa melalui koordinasi lintas instansi dan lintas
wewenang pusat dan daerah. Penegakkan wibawa tersebut dilakukan dalam rangka
memadukan persepsi terhadap aspek hukum yang membatasi ruang lingkup
pengelolaan berdasarkan basis ruang wilayah yang akan atau telah ditentukan.
Tahap implementasi penataan juga harus dilengkapi dengan sistem pengawasan dan
monitoring secara terpadu agar pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan dapat
segera dibenahi.
Kedua, tingkat pemanfaatan sumberdaya dapat
pulih tidak boleh melebihi kemampuan pulih dari sumberdaya tersebut dalam kurun
waktu tertentu. Dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap, di beberapa
wilayah perairan Indonesia sudah terjadi pemanfaatan yang melebihi tangkapan
maksimum yang lestari (MSY), dan pada perikanan budidaya laut juga sudah banyak
lokasi yang melebihi tingkat daya dukung ekosistemnya. Akibat yang terjadi
adalah semakin berkurangnya hasil tangkapan dan semakin rendahnya kualitas ikan
hasil budidaya. Lingkungan perairan yang secara alamiah menuju keseimbangan
ekosistem tersebut akhirnya menuju penurunan daya dukung yang dampaknya adalah
semakin rendahnya pendapatan nelayan dan pembudidaya ikan. Oleh karena itu,
diperlukan upaya-upaya pembatasan dan sistem closing area oleh pemerintah pada
perairan-perairan yang sudah mengalami degradasi sumberdaya. Wewenang
pemerintah dalam intervensi ini diperlukan agar sumberdaya yang menjadi sumber
ekonomi masyarakat nelayan dan pembudidaya ikan terus berkelanjutan.
Ketiga, eksploitasi sumberdaya tidak pulih
harus dilakukan dengan cara yang tidak merusak lingkungan agar tidak mematikan
kelayakan usaha sektor pembangunan lainnya. Kegiatan-kegiatan eksploitasi yang
dilakukan pada sumberdaya tidak pulih tersebut harus mengindahkan kaidah
pembangunan yang berkelanjutan yang menjaga lingkungan hidup lainnya. Upaya
yang harus dilakukan terhadap eksploitasi yang berlebihan dan merusak
lingkungan adalah dengan penegakkan peraturan secara terkendali dan memberikan
kompensasi ekonomi bagi masyarakat disekitarnya.
Keempat, pembuangan limbah yang memenuhi
kapasitas asimilasi lingkungan. Sebagaimana dijelaskan pada persyaratan
pertama, bahwa ekosistem dan habitat di perairan memiliki batas daya dukungnya.
Oleh karena itu, diperlukan penataan ruang dan penataan pengawasan/pengendalian
oleh pemerintah yang ketat agar industri dan penyumbang limbah lainnya dapat
dikurangi tingkat pencemarannya.
Kelima, pembangunan kawasan harus sesuai
dengan kaidah alam yang tidak merusak secara ekologis. Kawasan-kawasan
pembangunan infrastruktur di wilayah pesisir dan laut harus disesuaikan dengan
karakteristik dan dinamika alamiah lingkungannya sehingga tetap terjaga
keseimbangan ekologinya.
2. Aspek sosial,
memandang pentingnya penekanan demokratisasi, pemberdayaan, peran serta,
transparansi, dan keutuhan budaya sebagai kunci untuk melaksanakan pembangunan
yang berkelanjutan. Proses pemberdayaan, peran serta dan transparansi saat ini
masih menggunakan pola konvensional yang belum dilaksanakan dengan seutuhnya.
Intervensi pemerintah dan keengganan mitra kerja dalam membangun sistem yang
proporsional dan sistematis merupakan penghambat dalam pembangunan yang
berkelanjutan. Keterbukaan dan memberikan ruang bagi pihak-pihak yang berperan
serta sangat diperlukan dalam pembangunan yang berkelanjutan, sehingga setiap
komponen saling mengenali dan berperan aktif.
3. Aspek
ekonomi, perlunya memfokuskan perhatian pada upaya peningkatan kemakmuran
semaksimal mungkin dalam batasan ketersediaan modal dan kemampuan teknologi.
Sumberdaya alam merupakan modal yang akan menjadi langka dan menjadi kendala
bagi upaya kemakmuran, sedangkan sumberdaya manusia dengan kemampuan
teknologinya akan menjadi tumpuan harapan untuk melonggarkan batas dan mengubah
kendala yang ada sehingga perkembangan kemakmuran terus berlanjut.
PENUTUP
Ucapan terimakasih saya berikan
kepada dosen mata kuliah “pengantar ilmu kelautan dan perikanan” karna dengan
ada nya tugas ini penulis lebih mendapat dan mengetahui mengenai perikanan
berkelanjutan. Mohon maaf saya ucapkan pada tulisan saya yang kemungkinan ada
kesalahan, dan mohon maaf atas kekurangan yang saya tuliskan.
Terimakasih.
Assalamu’alaikum wr…wb…
Comments
Post a Comment